Kasus dugaan penelantaran anak oleh seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Jeneponto kembali mencuat setelah dua perempuan, RK dan HNP, mengungkapkan pengalaman mereka dalam konferensi pers di Makassar. RK menceritakan bagaimana dia ditinggal hamil oleh ASN AK tanpa nafkah, sedangkan HNP mengungkapkan bahwa dia adalah istri siri dari AK dan memiliki tiga anak dari hubungan mereka yang sudah berlangsung selama 17 tahun. Meskipun ada kesepakatan tertulis yang pernah dibuat antara mereka, HNP merasa tidak adil karena AK tidak membantu menjaga anak-anaknya.
Dewan masyarakat dan para korban menuntut tindakan tegas dari Pemerintah Kabupaten Jeneponto terhadap AK untuk melindungi hak anak dan menegakkan etika birokrasi. Seorang pemerhati sosial, Jufri, menilai bahwa kasus ini tidak hanya masalah pribadi, tetapi juga melibatkan pelanggaran serius terhadap Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Keterlibatan dua perempuan yang mengaku ditelantarkan oleh AK menunjukkan kelalaian moral, sosial, dan kelembagaan yang harus segera ditindak.
Pada akhirnya, skandal ini tidak hanya mencoreng citra birokrasi, tetapi juga menimbulkan penilaian negatif terhadap ASN yang seharusnya menjadi teladan dalam kepatuhan aturan. Meskipun AK telah memberikan klarifikasi atas tuduhan yang dialamatkan kepadanya, munculnya lebih dari satu perempuan yang mengungkapkan pengalaman serupa menandakan bahwa kasus ini memerlukan penyelesaian yang memadai agar keadilan bagi para korban dapat terpenuhi. Upaya untuk menyelesaikan masalah ini secara adil, transparan, dan berkeadilan diharapkan dapat membawa dampak positif bagi perlindungan anak dan kesejahteraan keluarga di masyarakat.