Dromomania: Menggali Obsesi Berkelana

Bethany Yeiser, penulis buku Mind Estranged: My Journey from Schizophrenia and Homelessness to Recovery, berbagi pengalaman sebelum dia didiagnosis skizofrenia pada usia 25 tahun. Dia merasa dorongan luar biasa untuk terus melakukan perjalanan adalah tanda awal munculnya skizofrenia. Yeiser mengalami pengalaman perjalanan yang tak terduga ke China dan Kenya sebelum akhirnya menjadi tunawisma pada tahun 2004 karena dorongan tersebut. Obsesinya berkeliling ke beberapa negara menghancurkan jalannya di universitas.

Dromomania, kondisi psikologis di mana seseorang merasakan dorongan kuat untuk bepergian dan mengorbankan banyak hal demi pengalaman baru, diakui pada tahun 2000 oleh American Psychological Association. Fenomena ini pertama kali tercatat dari cerita Jean-Albert Dadas dari Prancis pada abad ke-19. Ketika berusia 12 tahun, Dadas secara misterius hilang dan ditemukan di kota lain, tanpa ingatan, karena dorongan tak terkendali untuk berjalan jauh.

Dalam dunia yang semakin terhubung seperti sekarang, obsesi untuk bepergian mungkin tidak hanya terjadi karena gangguan klinis, tetapi juga karena pengaruh media sosial dan kecanduan akan perjalanan sebagai bentuk belajar dan pembentukan pengalaman. Perbedaan antara dromomania dan bepergian biasa terletak pada efeknya pada hidup seseorang. Bepergian seharusnya memberi makna dan perkembangan, bukan sebaliknya.

Meskipun terdapat teori tentang “gen wanderlust” yang mengakibatkan keinginan kuat untuk berkelana, psikolog sosial Michael Brein percaya bahwa hal tersebut melibatkan banyak faktor seperti emosi, identitas, dan mencari makna hidup. Meskipun bepergian memiliki daya tarik yang kuat, penting untuk memastikan bahwa perjalanan kita dibuat dengan tujuan yang benar dan mendukung perkembangan diri, bukan sebagai pelarian dari realitas atau sekadar pencitraan di media sosial.

Source link