Di dalam kehidupan sehari-hari, ingatan tentang lokasi memainkan peran penting, mulai dari menyimpan kunci mobil hingga bertemu dengan seseorang. Namun, kemampuan memori spasial untuk melacak “di mana” biasanya mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia, dan gangguan dalam hal ini dapat menjadi tanda awal demensia. Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications memaparkan temuan para peneliti dari Stanford Medicine yang berhasil mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada otak saat memori spasial mulai melemah pada tikus yang lebih tua.
Para peneliti membandingkan tikus yang berusia muda, paruh baya, dan tua dalam sebuah eksperimen untuk melihat aktivitas otak mereka. Mereka menemukan bahwa aktivitas di korteks entorhinal medial, yang sering disebut sebagai “GPS otak”, menjadi kurang stabil dan kurang responsif terhadap lingkungan pada tikus yang semakin tua. Tikus yang mengalami gangguan aktivitas terparah juga menunjukkan kesulitan dalam tes memori spasial.
Korteks entorhinal medial adalah bagian penting dari sistem navigasi otak yang berperan dalam melacak berbagai informasi seperti kecepatan gerakan dan arah kepala hewan. Dalam penelitian ini, fokus diberikan pada sel grid yang membentuk peta lingkungan dan memainkan peran penting dalam memori spasial.
Para peneliti membagi tikus ke dalam tiga kelompok usia yang berbeda dan menggunakan lintasan realitas virtual untuk menguji memori spasial mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa tikus muda dan paruh baya mampu belajar lokasi hadiah tersembunyi dengan baik, sementara tikus tua tampak kebingungan.
Kesimpulannya, penelitian ini mengindikasikan bahwa kemampuan memori spasial dapat mengalami penurunan seiring bertambahnya usia, dan perubahan dalam aktivitas otak dapat mempengaruhi kemampuan navigasi. Dengan lebih memahami mekanisme yang terlibat dalam memori spasial, akan membantu dalam upaya pencegahan atau penanganan gangguan kognitif yang terkait dengan proses penuaan.