Tim Pakar Susu Badan Gizi Nasional (BGN) dan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Epi Taufik, memberikan tips untuk membiasakan anak-anak yang memiliki intoleransi laktosa untuk minum susu. Lactose intolerant bukanlah penyakit, tetapi lebih kepada ketidakmampuan mencerna laktosa karena kurangnya enzim laktase dalam tubuh. Guru Besar IPB ini menjelaskan bahwa secara ilmiah manusia adalah mamalia yang mengonsumsi susu, terutama ASI, setidaknya sampai enam bulan pertama kehidupannya. Namun, seiring bertambahnya usia, produksi enzim laktase dalam tubuh akan berkurang jika tidak terbiasa minum susu, menyebabkan lactose intolerant.
Berdasarkan data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), penderita lactose intolerant rata-rata berusia 20-50 tahun dan biasanya kurang mengonsumsi produk susu. Epi juga memberikan contoh pilot project Makan Bergizi Gratis (MBG) di Warungkiara, Jawa Barat, di mana para siswa yang terlibat tidak mengalami lactose intolerant karena dibiasakan minum susu. Mereka justru mengalami peningkatan produksi enzim laktase setelah terbiasa mengonsumsi susu secara rutin. Hal ini memperkuat argumen bahwa membiasakan anak-anak untuk minum susu dapat mengurangi risiko intoleransi laktosa di kemudian hari.
Dengan adanya upaya seperti program MBG, diharapkan anak-anak dapat terbiasa dengan konsumsi susu sehingga tubuhnya tetap aktif memproduksi enzim laktase. Ini menunjukkan pentingnya peran susu dalam asupan nutrisi sehari-hari. Sebagai mamalia, manusia memang seharusnya mengonsumsi susu sebagai sumber gizi yang baik. Semua ini dapat membantu mengurangi risiko intoleransi laktosa saat dewasa. Oleh karena itu, peran orang tua dan lingkungan sekitar sangat penting dalam membiasakan anak-anak untuk minum susu secara teratur. Sebelum intoleransi laktosa terjadi, ada baiknya sebagai orang tua kita memperhatikan kebiasaan konsumsi susu anak sejak dini. Dengan begitu, kesehatan anak akan terjaga dengan baik sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.