Sabtu, 27 Juli 2024 – 16:13 WIB
Jakarta – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya sedang menelusuri aset-aset milik VVS alias Sunny, seorang warga negara India yang terlibat dalam aksi penipuan di Indonesia. Modus operandi yang digunakan oleh tersangka adalah mengajak investor untuk menanamkan uang dalam trading forex.
Baca Juga :
Masa Lalu Kelam 2 Tersangka Pencabulan 40 Santri di Pondok Pesantren Agam
Wadirreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Hendri Umar mengungkapkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aset-aset yang dimiliki oleh tersangka.
“Kami telah berkoordinasi dengan PPATK terkait penelusuran aset,” ungkap Hendri dalam keterangannya, Sabtu, 27 Juli 2024.
Baca Juga :
Jadi Tersangka Dugaan Pelanggaran ITE, Anandira Puspita Minta Ini ke Polri
Hendri menyampaikan bahwa penyidik mencurigai tersangka menyembunyikan sesuatu karena saldo dalam rekening atas nama tersangka hanya sebesar Rp 1 juta. Oleh karena itu, melibatkan PPATK dianggap penting untuk mengetahui aliran dana dari hasil penipuan tersebut.
Baca Juga :
Kejagung Sebut Sudah Ada 2 Tersangka Lain Lebih Dulu terkait Kasus Sama dengan Ujang Iskandar
“Saldo yang tersisa hanya sekitar satu juta rupiah, sehingga perlu dilakukan penelusuran aset lebih lanjut untuk mengetahui penggunaan uang hasil kejahatan oleh tersangka,” katanya.
Hendri juga menjelaskan bahwa penyidik telah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar India di Jakarta untuk memberitahukan proses hukum yang sedang dijalani oleh warga negaranya di Indonesia.
“Keterlibatan tersangka WN India dalam kasus ini tentu menarik perhatian Kedubes India karena yang melaporkan adalah WN India,” ungkap Hendri.
Sebelumnya, seorang warga negara India bernama VVS alias Sunny telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan atau penipuan. Tersangka menawarkan investasi atau trading forex emas kepada para korban. Salah satu korban, yang juga Warga Negara India bernama GRN, merupakan salah satu korban dari tindakan tersebut. Hal ini diungkap oleh Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, AKBP Hendri Umar.
“Korban dijanjikan keuntungan setiap bulan sebesar 5 persen dari modal yang ditanamkan. Setelah satu tahun, modal awal akan dikembalikan, sehingga korban tertarik dan menyetujui kerja sama di bidang trading ini,” ujarnya pada Jumat, 26 Juli 2024.
Menurut Hendri, perjanjian antara tersangka dan korban dalam kasus tersebut terbagi menjadi tiga klaster perjanjian. Pada klaster pertama, pada April 2021, korban memberikan uang sebesar USD50.000.
Dalam delapan bulan pertama, kerja sama berjalan lancar dan korban menerima keuntungan sebesar USD2.500 dari tersangka. Namun, pada bulan kesembilan hingga dua belas, korban tidak menerima pembayaran dari tersangka.
Pada klaster kedua, tersangka menawarkan modal investasi dalam trading forex dengan pembagian keuntungan 50 persen, yang membuat korban tertarik dan menyerahkan uang sebesar USD250.000. Namun, tidak ada pengembalian dari tersangka seiring berjalannya waktu.
Kemudian, dalam klaster ketiga, tersangka berjanji akan membuka usaha di mana korban akan mendapatkan untung 5 persen dan pengembalian hutang dari perjanjian sebelumnya. Namun, usaha tersebut tidak terlaksana.
“Semuanya tidak terbayarkan, dan akhirnya korban melaporkan kepada kami tentang tindakan tersangka,” tambahnya.
Kepala Subdirektorat Indagsi (Industri, Perdagangan, dan Asuransi) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, AKBP Victor Inkiriwang menambahkan bahwa total kerugian korban dalam kasus ini mencapai Rp3,5 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 372 tentang penggelapan dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara, dan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Halaman Selanjutnya
“Terkait penetapan tersangka dan penahanan terhadap WN India tentu saja cukup menarik perhatian Kedubes India karena yang melaporkan WN India,” ungkap Hendri.