Tugu Keadilan Ekologis diresmikan oleh Ketua DPD RI Sultan B Najamudin di Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tugu ini melambangkan upaya mewujudkan Astacita Presiden Prabowo untuk lingkungan hidup yang berkelanjutan. Peresmian tugu tersebut juga menjadi momen Deklarasi Hari Keadilan Ekologis Sedunia serta acara puncak Pekan Raya Lingkungan Hidup Ke-14 yang dihadiri lebih dari 800 aktivis lingkungan dari seluruh Indonesia. Sultan menegaskan tugu ini tidak hanya sebagai monumen, tetapi juga sebagai simbol perjuangan martabat bangsa.
Dalam acara tersebut, Sultan menyampaikan bahwa keadilan ekologis melibatkan hak sungai untuk aliran tanpa racun, hak hutan untuk tumbuh tanpa dibakar, serta hak setiap makhluk hidup dalam keseimbangan yang adil. Dia juga menyoroti pentingnya kerjasama antara rakyat, aktivis, dan negara dalam perjuangan ekologis. DPD RI sendiri telah mengusulkan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim dan RUU Perlindungan Masyarakat Adat sebagai payung hukum untuk menghadapi krisis iklim dan menjaga keberlangsungan masyarakat adat.
Upaya tersebut sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk lingkungan hidup berkelanjutan. Pemerintah menargetkan pembangunan yang ramah lingkungan, pendorongan ekonomi hijau, dan perlindungan keanekaragaman hayati. Sultan menekankan bahwa perjuangan ekologis harus melibatkan negara, rakyat, dan masyarakat sipil secara bersama. Acara peresmian tugu diwarnai dengan berbagai kegiatan, termasuk karnaval budaya dari empat kabupaten di Pulau Sumba, penanaman pohon cendana, dan kunjungan Sultan ke rumah adat Sumba.
Sultan menyerukan agar perjuangan ekologis tidak hanya sebatas seremoni, tetapi menjadi gerakan nasional demi keadilan bagi alam dan manusia. Bagi Sultan, 20 September harus menjadi pengingat bahwa bumi adalah warisan yang harus dijaga untuk generasi mendatang. Di akhir pernyataannya, Sultan menegaskan bahwa Sumba harus adil bagi alam dan alam harus adil bagi manusia, dan itulah letak keadilan sejati.