Suplemen telah berkembang menjadi pasar besar untuk kesehatan mental, di tengah meningkatnya jumlah orang yang rentan mengalami depresi. Banyak orang mencari solusi yang dianggap lebih aman dan ringan, seperti kapsul dan pil “alami” yang berisi vitamin, mineral, ekstrak herbal, dan probiotik. Namun, pertanyaannya adalah apakah suplemen tersebut benar-benar efektif seperti yang dijanjikan?
Riset terbaru telah mulai memilah mana suplemen yang benar-benar memiliki efek positif dan mana yang hanya terlihat meyakinkan. Sebuah studi besar yang diterbitkan di Frontiers in Pharmacology menemukan bahwa sebagian besar suplemen, seperti multivitamin, vitamin B kompleks, melatonin, dan ramuan herbal penenang, tidak menunjukkan efek berarti berdasarkan bukti ilmiah yang ada.
Meskipun ada beberapa bahan alami seperti lavender, rhodiola, lemon balm, serta asam amino triptofan, folat, dan zinc yang menunjukkan tanda-tanda awal yang menjanjikan, sebagian besar uji coba masih berskala kecil. Terdapat empat suplemen dengan bukti paling kuat, yaitu St. John’s Wort (Hypericum perforatum), probiotik, vitamin D, dan saffron, yang telah menunjukkan hasil positif dalam berbagai uji klinis.
Namun, penting untuk diingat bahwa efek positif suplemen mungkin juga dipengaruhi oleh keyakinan individu, bukan hanya oleh zatnya. Meskipun ada hasil awal yang menjanjikan, penting untuk menyadari bahwa suplemen tidak diatur seketat obat-obatan dan label sering tidak mencantumkan informasi mengenai interaksi atau risiko yang mungkin ditimbulkan.
Dokter pun seringkali tidak tahu apakah isi dari suplemen sesuai dengan labelnya, sehingga penggunaan suplemen sering tidak direkomendasikan kecuali ada pengalaman atau riset spesifik yang mendukung. Selain itu, meskipun disebut sebagai “alami”, suplemen juga memiliki risiko tertentu. Penting untuk selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi suplemen, terutama jika sedang mengonsumsi obat resep, untuk menghindari interaksi berbahaya dan efek samping yang tidak diinginkan.
