Pembubaran pemerintahan Presiden Madagaskar oleh Andry Rajoelina pada akhir September lalu terjadi setelah generasi Z menggelar demonstrasi besar-besaran terkait krisis air dan listrik di negara tersebut. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), unjuk rasa tersebut menewaskan 22 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya. Kejadian tersebut menjadi pemicu protes besar-besaran di berbagai negara seperti Nepal, di mana protes yang dipimpin oleh anak muda berhasil menggulingkan pemerintah karena menentang korupsi dan pelarangan media sosial.
Time melaporkan bahwa gerakan protes generasi Z telah melanda negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan dalam beberapa bulan terakhir. Di Maroko, protes antipemerintah bermula karena ketidaksenangan publik terhadap prioritas pemerintah yang lebih condong ke Piala Dunia 2030 daripada layanan publik yang lebih baik. Aksi ini dipelopori oleh kelompok yang menyebut diri Gen Z 212, dengan seruan populer “Stadion ada di sini, tapi di mana rumah sakit?”
Di Peru, bentrokan antara demonstran dan polisi terjadi di Kota Lima akhir September lalu ketika anak muda bersama pengemudi bus dan taksi memprotes memburuknya kondisi ekonomi dan keamanan. Time mencatat bahwa protes dimulai setelah pemerintah mengesahkan undang-undang yang mewajibkan anak muda membayar iuran dana pensiun swasta. Serentetan protes serupa yang dipimpin oleh generasi Z juga terjadi di Filipina, Indonesia, Serbia, Kenya, dan Paraguay.
Berbagai peneliti dan ahli mengamati bahwa gerakan protes ini menandai munculnya budaya protes yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam konteks yang sangat horizontal dan terdesentralisasi, gerakan ini muncul dari kemarahan kolektif yang tumbuh secara organik, terutama di ruang digital. Media sosial memainkan peran kunci dalam penyebaran gerakan ini, memungkinkan generasi Z untuk menyampaikan keresahan mereka terhadap tata kelola buruk, ketidakadilan sosial, dan ketimpangan ekonomi.
Anak muda yang tumbuh dalam era teknologi dan internet ini telah menggunakan media sosial untuk mengkoordinasikan protes mereka secara global. Dari Maroko hingga Madagaskar, generasi Z mengambil inspirasi satu sama lain dan membentuk solidaritas melalui tagar, gambar, dan video pendek yang tersebar cepat di berbagai negara. Aksi protes ini juga memunculkan keinginan untuk mengubah tatanan politik yang dinilai gagal memenuhi janji-janji kemerdekaan dan keadilan. Berbagai simbol perlawanan dan tuntutan yang diusung oleh generasi Z menunjukkan adanya koneksi global yang kuat, menandai sebuah perubahan generasi yang sedang berlangsung di seluruh dunia.
