Perlombaan perahu tradisional Pacu Jalur dari Kuantan Singingi, Riau, menarik perhatian publik belakangan ini. Aksi para pendayung cilik yang kompak memutar tangan dan mengayunkan tubuh demi menjaga keseimbangan jalur di Sungai Kuantan viral di media sosial. Hal ini juga menarik minat kreator konten mancanegara yang ikut menirukan gerakan khas tersebut.
Tradisi Pacu Jalur bukan sekadar perlombaan biasa, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, semangat juang, dan penghormatan terhadap alam. Filosofi dan makna dalam gerakan tradisi ini telah diwariskan dari generasi ke generasi. Bahkan, dalam pembuatan perahu khas Kuantan, terdapat ritual khusus yang harus dijalani sebagai bentuk penghormatan terhadap alam.
Jalur Pacu Jalur biasanya diawaki oleh 50 hingga 60 orang yang masing-masing memiliki peran penting. Ada tukang concang, tukang pinggang, tukang onjai, dan anak coki yang berada paling depan. Anak coki umumnya diisi oleh anak-anak karena bobot tubuh ringan membuat perahu bisa melaju lebih cepat dan stabil. Gerakan tari yang mereka lakukan tidak hanya hiburan, tetapi juga sarat makna.
Semangat percaya diri para penari cilik di atas jalur kembali viral lewat tren “Aura Farming” di media sosial. Festival Pacu Jalur selalu dinanti banyak orang, baik warga lokal maupun wisatawan, dengan segala keunikan dan kekayaan maknanya. Musik tradisional seperti gendang, gong, dan serunai mengiringi jalannya acara, menggambarkan semangat perjuangan dan kebersamaan yang menjadi ciri khas Pacu Jalur.