Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan bahwa hukum Indonesia lebih memilih pendekatan rehabilitasi daripada penangkapan artis pengguna narkoba. Kepala BNN, Marthinus Hukom, menegaskan bahwa rezim hukum Indonesia telah mengarah pada pendekatan rehabilitasi, termasuk bagi artis dan figur publik yang terlibat dalam kasus narkoba. Undang-undang nomor 35 tahun 2009 juga menegaskan bahwa negara wajib memberikan rehabilitasi kepada para pengguna narkoba. Pasal 103 KUHP juga mengamanatkan hakim untuk memutuskan rehabilitasi bagi para pengguna. Marthinus menekankan pentingnya untuk memberikan kesempatan rehabilitasi kepada semua warga negara yang terjerat kasus narkoba.
Namun, Marthinus juga menekankan bahwa artis yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba tetap harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Penangkapan artis pengguna narkoba dapat berdampak negatif bagi masyarakat karena menciptakan persepsi yang salah, terutama di kalangan generasi muda yang mengidolakan artis tersebut. Marthinus memperingatkan agar penangkapan terhadap artis tidak dipublikasikan secara berlebihan karena artis berperan sebagai patron sosial yang menjadi contoh moral bagi penggemar dan generasi muda.
Meskipun begitu, BNN akan tetap menindak tegas jika seorang artis terlibat dalam peredaran narkoba sebagai bandar. Data yang dihimpun menunjukkan bahwa sejak 2020 hingga pertengahan 2025, sekitar 20–22 artis Indonesia telah terjerat kasus penyalahgunaan narkoba. Pada tahun 2024, pemerintah berhasil merehabilitasi sekitar 40 ribu pengguna narkoba, dengan sebagian besar direhabilitasi oleh Kementerian Kesehatan dan BNN. Marthinus juga menekankan pentingnya kajian dalam wilayah akademis untuk memahami dampak penangkapan artis pengguna narkoba dalam masyarakat dan generasi muda, sebagai langkah dalam membangun kesadaran akan bahaya narkoba di Indonesia.