Kamis, 17 Oktober 2024 – 04:16 WIB
Bali, VIVA – Polda Bali berhasil mengamankan 12 orang yang diduga melakukan tindak pidana registrasi kartu SIM perdana secara ilegal dan penjualan kode OTP. Penangkapan dilakukan saat Direktorat Siber Polda Bali menggerebek dua tempat kejadian perkara (TKP) yang digunakan sebagai tempat registrasi kartu perdana ilegal itu.
Dua TKP yang digerebek berlokasi di Jalan Sakura, Gang 1 Nomor.18C Denpasar dan di Jalan Gatot Subroto I, Perumahan Taman Tegeh Sari Nomor.17 Denpasar. Usaha tersebut dikelola oleh seorang anak muda berinisial DBS (21) yang tinggal di Jalan Tukad Banyusari, Gang Pelita I/15, Denpasar.
“Tindak pidana yang dilakukan oleh para tersangka adalah melakukan registrasi kartu SIM perdana secara ilegal dan jual beli kode OTP,” kata Kabid Humas Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan saat konferensi pers di Polda Bali, Rabu, 16 Oktober 2024.
Jansen mengatakan, para pelaku menggunakan data pribadi orang lain untuk melakukan registrasi kartu SIM perdana. Usaha yang dijalankan oleh sekelompok anak muda tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2022. Awalnya, pelaku melakukan registrasi secara manual dengan handphone, kemudian beralih menggunakan jaringan modem.
“Namun seiring dengan meningkatnya kebutuhan, mereka menggunakan modem, dan yang kami amankan ada 168 modem,” kata Jansen. “Dari hasil penggeledahan pelaku, disita uang tunai sebesar Rp250.000.000,” tambahnya.
Direktur Siber Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra mengatakan, dalam menjalankan bisnis ilegal tersebut, para pelaku menggunakan sarana pemasaran melalui website yang dibuat oleh pelaku DBS sendiri. Pengungkapan dilakukan pada Rabu, 9 Oktober 2024 sekitar pukul 23.30 WITA. Lokasi pertama yang digerebek berada di Jalan Sakura, Gang 1 No.18C, Denpasar.
Di TKP tersebut ditemukan modem dan laptop yang diduga digunakan untuk mendaftarkan kartu perdana menggunakan identitas orang lain. “Dari TKP pertama, pemilik usaha DBS mengaku ada lokasi lain untuk pemasaran yang berada di Perumahan Taman Tegeh Sari Nomor 17, Denpasar,” kata Ranefli.
Dalam kasus ini, pelaku dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Undang-undang Perlindungan Data Pribadi atau UU Nomor 27 Tahun 2022 pasal 65-67, dengan hukuman paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar. “Juga dijerat dengan pasal 32 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), tentang pelanggaran terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau publik,” kata Ranefli.
“Hukuman pidananya adalah penjara paling lama delapan tahun dan denda maksimal Rp2.000.000.000,” ujarnya.